Minggu, 28 Juni 2015

IBNU 'ARABI - Hakikat Manusia

Pemikiran Ibnu ‘Arabi
Ibnu ‘Arabi memiliki inti pemikiran yang hampir sama dengan Plotinus dalam membagi jiwa dalam diri manusia. Menurutnya terdapat tiga jiwa partikular dalam diri manusia, yaitu jiwa tumbuhan, jiwa binatang, dan jiwa rasional. Kedua jiwa yang pertama lebih terikat erat dengan siklus biologis, yaitu aktivitas dari organ-organ tubuh. Dalam hal ini, Ibnu ‘Arabi mengatakan bahwa tubuh adalah modes dari jiwa universal atau al jism al kulli, sedangkan jiwa rasional merupakan jiwa yang hanya dimiliki oleh manusia, jiwa murni yang bersih dari kesalahan yang lebih terkait dengan yang diatasnya, yaitu akal. Ibnu Al ‘Arabi mengidentifikasikan jiwa ini sebagai hati mistis. Hal ini karena ia menerima pancaran dari akal dan menghendaki persatuan dengan sumber utama, yaitu Yang Esa. Banyak kalangan berusaha membuktikan keniscayaan eksistensi figur pembawa keadilan ini. Entah dari sudut pandang teologi, filsafat, saintifik, ataupun yang lainnya. Salah satu tokoh Sufi paling masyhur, Ibnu Arabi (w.1240) pun turut menawarkan teorinya tentang Mahdiisme ini. Menurut Izutsu (1983:219), pandangan dunia Ibnu Arabi didasarkan pada dua aspek: Yang Mutlak (the Absolute) dan Manusia Sempurna (the Perfect Man). Dari yang kedua inilah, keniscayaan tentang seorang yang akan menyelamatkan dunia—wali, dalam istilah Ibnu Arabi—diturunkan (Amuli, 1989). Ibn Arabi menilai ‘manusia’ dalam dua aras. Pertama, aras kosmis. Di sini ‘manusia’ diperlakukan sebagai entitas kosmis. ‘Manusia’ pada aras ini adalah Imago Dei, Citra Tuhan. ‘Manusia’ sejatinya adalah sempurna; ‘manusia’ adalah sempurna. Mengapa? Karena dipandang dari aras kosmis, manusia adalah saripati sempurna dari alam semesta, spirit dari alam Wujud. Pada diri manusialah, semua unsur alam semesta terhimpun dan termanifestasi. Ringkasnya, ia adalah Mikrokosmos. Pada aras kedua, Ibnu Arabi melihat manusia pada aspek individu. Di sini, tidak semua manusia adalah sempurna. Hanya segelintir orang yang berhak menyandang titel manusia sempurna. Selebihnya, kebanyakan manusia jauh untuk disebut sempurna. Di tempat lain, Ibnu Arabi menyatakan bahwa ‘kemanusiaan’ manusia pada aras kosmis terletak pada ‘kemencakupannya’. Sebagai mikrokosmos, manusia memiliki semua kualitas yang terdapat di alam semesta. Tuhan memanifestasikan Diri-Nya pada diri manusia dengan cara yang sangat sempurna. Manusia, dengan demikian, adalah manusia sempurna lantaran ia merupakan teofani Allah yang paling sempurna. Menurut Ibnu Arabi, manusia di tataran kosmis, atau Manusia Sempurna, terletak pada ‘kemencakupannya’. Pada diri manusia terdapat dua tanda pengenal, yang tidak dimiliki makhluk Tuhan lainnya, yang menjadikan dirinya disebut Manusia Sempurna. Yaitu, dialah satu-satunya wujud yang secara sempurna dan total menjadi hamba Allah (‘abd Allâh). Di luar dirinya, hanyalah memeragakan salah satu aspek Nama Tuhan, tidak merefleksikan sepenuhnya Tuhan. Pengenal kedua dari Manusia Sempurna adalah bahwa dirinya dalam pengertian tertentu Yang Mutlak itu sendiri (Izutsu, 1983:227). Dengan kata lain, Yang Mutlak adalah realitas batin (‘ayn) dari manusia, tetapi tidak sebaliknya. Menyangkut manusia sempurna pada aras individu, Ibnu Arabi percaya itu hanya dimiliki orang-orang tertentu seperti nabi, rasul, dan wali. Konsep ‘wali’, bagi Ibnu Arabi, mencakup nabi dan rasul. Dalam hierarki spiritual Ibnu Arabi, peringkat puncak spiritual diduduki oleh maqam wali, kemudian nabi, dan terakhir rasul. Salah seorang komentator Ibnu Arabi, al-Qasyani, menuturkan, “Setiap rasul adalah nabi, dan setiap nabi adalah wali”. Namun, hal yang sebaliknya tidak berlaku. Imam Mahdi sebagai Wali Zaman Gagasan Ibnu Arabi tentang eksistensi wali mesti ada dalam setiap zaman ditarik dari kata wali (waliy) itu sendiri. Menurut Ibnu Arabi, kata waliy merupakan salah satu Nama Tuhan dan ia dapat diterapkan juga untuk manusia. Namun, dalam kasus nabi dan rasul, karena keduanya bukan salah satu Nama Tuhan, kenabian dan kerasulan berakhir dengan diutusnya Nabi Muhammad saw. Sebaliknya, mengingat wali termasuk dari nama Tuhan dan Tuhan eksis secara abadi, maka kewalian (wilâyah) akan eksis selamanya. Sepanjang di dunia ini ada manusia, walaupun satu orang, yang mencapai derajat wilâyah—dan orang semacam itu senantiasa ada—maka kewalian itu sendiri akan tetap terjaga. Dari itu, andai kita hubungkan teori Ibnu Arabi dengan konsep Mahdiisme, maka teorinya memperkuat konsep Mahdiisme. Misalnya, Amuli (1989:156-7), salah satu juruulas Fushûsh al-Hikam, menyatakan: “Dia (al-Mahdi) adalah Khalifah Agung Allah dan Kutub yang di sekitarnya seluruh dunia berputar; melaluinya juga kewalian ditutup dan diakhiri, seluruh kewajiban, perintah-perintah hukum, jalan-jalan spiritual dan agama ditutup. Melalui dia juga, seluruh semesta kembali kepada asalnya sebelum ia diciptakan. Melaui dia awal penciptaan dipertautkan dengan Hari Akhir dan melalui dia lingkaran penciptaan berakhir.” Sementara di tempat lain, Amuli selanjutnya menuturkan kata-kata Ibnu Arabi ketika ia memilah subjek kewalian pada bagian-bagian yang berbeda; Ketahuilah, kewalian dapat dibagi menjadi dua: kewalian mutlak dan kewalian tergantung, atau kewalian umum dan kewalian khusus. Jika kita anggap kewalian menyangkut pada dirinya sendiri, maka ia merupakan sifat Ilahi dalam pengertian mutlak; jika kita menganggap sebagai terkait dengan para nabi dan para wali, maka ia kewalian tergantung. Tambahan pula, yang tergantung diperkaya dan diberi validitas oleh kewalian mutlak dan yang mutlak mendapatkan manifestasinya dalam yang tergantung; jadi, kewalian para nabi dan wali merupakan bagian dari kewalian mutlak, sebagaimana kenabian para nabi merupakan bagian dari kenabian mutlak. Karena kenabian mutlak dari awal secara khusus milik Muhammad dan hakikatnya, dan kesinambungan ini dari realitas asli khusus milik para nabi dan rasul dari Adam hingga Isa (yang merupakan manifestasi-manifestasi berbeda dari realitas Muhammad), maka kewalian mutlak khusus untuk Ali bin Abi Thalib dan realitasnya (melalui pewarisan spiritual dan esensial dari prakeabadian) dan setelah itu (melalui kesinambungan realitas awal) kepada keturunannya yang suci. Garis spiritual ini merentang hingga Allah mengakhirinya dengan al-Mahdi (Amuli, 1989:122) Sementara di tempat lain Ibnu Arabi mengatakan: Adapun Penutup Kewalian Muhammadiyah, saat ini (era Ibnu Arabi) ada pada seorang dari bangsa Arab yang memiliki kemuliaan sejati. Saya kenal di tahun 595 H. Saya melihat tanda rahasia yang diperlihatkan oleh Allah Ta’ala pada saya dari kenyataan ubudiyahnya, dan saya lihat itu di kota Fez, sehingga saya melihatnya sebagai khatam al-wilâyah darinya. Dia adalah khatamun nubuwwah mutlak, yang tidak diketahui banyak orang. Dan Allah telah mengujinya dengan keingkaran berbagai kalangan padanya, mengenai hakikat Allah dalam sirr-nya. Paragraf di atas menunjukkan kepada kita bahwa Ibnu Arabi, menurut Amuli, pada dasarnya setuju dengan al-Mahdi yang dijanjikan dari Syi’ah Imamiyah sebagai penutup para wali. Bahkan dalam bukunya Imamah dan Khilafah, Muthahhari menegaskan ihwal pertemuan antara Jika Syi’ah mengandaikan bahwa kehadiran imam di setiap zaman itu melalui pendekatan nas, maka Ibnu Arabi, sebagai “pucuk pimpinan” dalam dunia Sufisme, menghampirinya dengan pemaknaan kata. Bagaimanapun, kedua-duanya sama-sama meyakini hadirnya imam zaman yang menyaksikan amal perbuatan manusia.

Selasa, 02 Juni 2015

Auguste Comte

Auguste Comte lahir di Montpellier, Perancis, pada 17 Januari 1798. Memiliki nama asli Isidore Marie Auguste Comte, ia berasal dari keluarga bangsawan Katholik. Ia menempuh pendidikan di Ecole Polytechnique dan mengambil juusan kedokteran di Montpellier. COmte juga berpengalaman memberi les matematika dan menjadi murid sekaligus sekretaris Saint Simon. Comte memiliki kisah cinta platonik dan tragis. Menikah dengan Caroline Massin, seorang pekerja seks, ia bercerai pada 1842. Ia menikah dengan Clotide de Vlaux namun pernikahan tersebut tidak berumur lama. Clotide de Vlaux meninggal dunia karena sakit Tubercolosis. Kehidupan pribadi Comte sebagai pemikir besar dilingkupi kemiskinan. Ia dikenal sebagai sosok emosional dalam persahabatan. Comte juga kerap terlibat konflik dalam persoalan cinta. Percobaan bunuh diri pun pernah dilakukan oleh tokoh kunci sosiologi ini. Comte meninggal dunia pada usia 59 tahun pada 5 September 1857. Selama karir intelektualnya Comte menghasilkan banyak karyanya, antara lain System of Positive politics, The Scientific Labors Necessary for Reorganization of Society (1882), The Positive Philosophy (6 jilid 1830-1840), Subjective Synthesis (1820-1903). Pemikiran Auguste Comte, selaku orang yang memulai kajian sosiologi dan kemudian disebut sebagai bapak sosiologi ini, dipengaruhi oleh revolusi Perancis. Revolusi Perancis menjadikan masyarakat terbelah menjadi dua. Pertama masyarakat yang optimis, positif yang memandang masa depan lebih baik dengan ilmu pengetahuan, teknologi dan demokrasi. Kedua masyarakat pesimis dan negatif memandang masa depan dan perubahan yang dinilai menimbulkan anarkisme, konflik sosial dan sikap individualistic. Pemikiran Comte yang terkenal salah satunya adalah penjabaran sejarah perkembangan sosial atau peradaban manusia. Teori Comte tersebut membagi fase perkembangan peradaban menjadi tiga tahap. Tahap pertama yaitu tahap teologis, sebelum 1300. Pada fase ini manusia belum menjadi subyek bagi dirinya dan sangat tergantung pada dunia luar. Contohnya, kesuburan dan panen padi seorang petani tergantung kemurahannya Dewi Sri pada konteks mitologi Indonesia. Tahap kedua, adalah tahap metafisika. Pada tahap ini manusia atau masyarakat mulai menggunakan nalarnya. Keterbatasan nalar manusia pada fase ini adalah kentalnya kecenderungan spekulasi yang belum melalui analisis empirik. Contohnya, nalar masyarakat mengalami yang menilai kesusahansebagai takdir semata. Tahap ketiga, tahap positifistik. Ini adalah tahap modern, di mana manusia atau masyarakat menggunakan nalarnya; menjadi subyek dan memandang yang lain sebagai obyek. Pada tahap ini semua gejala alam atau fenomena yang terjadi dapat dijelaskan secara ilmiah berdasarkan peninjauan, pengujian dan dapat dibuktikan secara empiris. Comte membagi masalah sosiologi menjadi dua, yaitu ranah sosial yang statis (social static) dan ranah sosial yang dinamis (social dynamic). Ranah Sosial statis mempelajari hubungan timbal balik antara lembaga-lembaga kemasyarakatan yang selalu membutuhkan sebuah tatanan dan kesepakatanbersama. Ranah dinamis menunjukkan watak ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai perkembangan masyarakat, meneropong bagaimana lembaga-lembaga tersebut berkembang dan mengalami perkembangan sepanjang massa.

Sabtu, 23 Mei 2015

Nietzsche

ppt : http://www.4shared.com/file/YraAGuc0ce/Friedrich_Nietzsche.html Friedrich Nietzsche adalah seorang filsuf Jerman yang kalau menurut saya punya penggolongan tersendiri dalam sejarah filsafat sejarah sekitar abad 19an. Mkasudnya ia tidak dapat digolongkan dengan dalam salah satu aliran manapun yang memang saat itu masih menjadi perbincangan. Contohnya paham Karl Marx yang menjunjung tinggi ajaran Hegel. Materialisme dialektis, materialisme historis dll. Nietzsche dilahirkan di Rocken, Jerman. Dia didik dalam keluarga protestan kalau. Ia belajar teologi kesusastraan klasik, namun pada karirnya ia pindah belajar tentang filologi kalsik dan meninggalkan iman kristianinya. dan saat umurnya 24 tahun, ia diangkat menjadi professor dalam ilmu filologi klasik tersebut. Sampai pada akhirnya, kesehatannya terganggu, dan mengalami sakit jiwa. dan pada saat itulah karier berfilsafatnya berhenti. Sangat sulit untuk memahami pemikiran Nietzsche karena ia tidak menguraikan fisafatnya dalam bentuk yang sistematis. Secara periode yang saya bagi oleh saya sendiri. Entahlah benar atau tidak, yang jelas ketika saya membaca bukunya yang berjudul " Thus spoke Zarrathustra ", saya menyimpulkannya seperti ini Periode pertama Pada periode ini, buku pertama Nietzsche yang judul bahasa Jermanya saya lupa, namun dalam bahasa indonesianya memiliki arti "Lahirnya tragedi dari musik ". seingat saya seperti itu. entahlah jika salah mohon dimaklum. Di dalamnya ia menyingung tentang cerita asal-usul sandiwara tragedi yunani. dimana dituliskan juga bahwa ada 2 aliran dalam kebudayaan yunani. Yaitu Apollonian dan Dioniysian. itu berdasarkan atas dewa yang mereka sembah yaitu dewa Apollo dan Dionysos. Apollonian menjelaskan tentang seni pahat, arsitektur yang cenderung memahami keseimbangan. Namun Dionysian lebih seperti hura-hura, melebihkan dan ingin berada diatas norma. Tiap tahun diadakan pesta yang megah untuk menghormati dewa dionysos. Appolonian bertugas mengendalikan Dionysian. Begitulah segala bentuk hura-hura,tarian-taian kaum Dionysian diterapkan dalam paham Appolonian. itulah yang dianggap sebgai musik dan tragedi. Periode kedua periode ini, ia mulai menonjolkan ilmu pengetahuan sebagai segalanya. iaberpindah haluan yang tadinya memahami musik sebagai paham filsafatnya karena pada waktu itu memang musik menjadi konsumsi sebagian masyarakat jerman, menjadi ilmu pengetahuan. Ia pernah dicap sebagai positivisme (Ilmu pengetahuan tidak boleh lebih tinggi dari fakta-fakta yang terjadi) yang dikenalkan oleh Auguste Comte, namun entah kenapa aliran tersebut bia dianggap tidak cocok dengan gaya filsafatnya. Periode ketiga Periode ini, baru Buku " thus spoke zarathustra " terbit. kalau yang saya baca, gaya bahasanya puitis. hal ini mungkin menurut saya, ia mulai kesepian dengan keadan sekitarnya. teman-temannya sudah tidak mempercayai dirinya kembali. Pada periode ini, muncul kalau tidak salah ada 4 kritik keras yang menggemparkan Jerman pada saat itu. 1. Kehendak untuk berkuasa, ini merupakan hipotesa, menurutnya, dalam tingkah laku manusia, satu-satunya faktor yang menentukan kehidupan adanya hawa nafsu. hal in haruslah diartika plural. dari berbagai macam itu, pengenala merupakan alat untuk " kehendak untuk berkuasa" dengan pengenalan kita terhadap benda-benda alamiah. Namun terkadang daya pendorong itu bisa berupa roh (rohani), karena orang biasanya lemah untuk melampiaskan nafsunya. maka dari itu, Nietzsche mambagi menjadi 2 kategori moral, yaitu moral tuan dan moral budak. moral tuan biasanya memberanikan diri untuk mewujudkan nafsunya tersebut, tidak mengandalkan roh menjadi topengnya. sebaliknya, moral budak tidak pernah berani untuk melampiaskan hawa nafsunya, melainkan meminta roh tersebut untuk melampiaskan nafsu tersebut. Disini, keutamaan untuk kasih sayang, kerendahan hati, dll dijunjung tinggi. sedangkan individu yang yang kuat tidak ada tempatnya. Ia mengklaim bahwa moral budak diciptakan oleh aga,a yahudi yang dijiwai oleh agama kristen. 2. Manusia atas / manusia unggul, tidak mudah untuk mengerti apa yang dimaksudkan manusia unggul ini oleh Nietzsche, hal ini karena terlalu samar. namun yang saya dapat tangkap adalah bahwa manusia atas adalah manusia masa depan. manusia yang diapaparkanya dalam ke-atheisannya. manusai unggul adalah manusia yang mengerti da memahami bahwa " Allah sudah mati ". Manusia unggul menerima secara konsekuen bahwa ia merupakan " kehendak untuk berkuasa ". dan manusia unggul adalah manusia yang berperan sebagai jembatan dalam mencapai " kehendak untuk berkuasa " itu. 3. Kembalinya segala sesuatu, Ia berpendapat bahwa bila nanti bumi kita hacur, luluh lantak, dari materi yang tertinggal maka akan terbentuk bumi baru yang persis sama dengan bumi sekarang ini. Suatu peristiwa yang sudah berlangsung akan berlangsung lagi persis sama dengan cara yang sama. dan proses itu tidak berhenti sampai kapanpun. Dengan pahamnya ini, ia menggabungkannya dengan paham ilmiah.ia membandingkannya dengan hukum kekekalan energi yang tak pernah mati. menurut saya, dengan adanya paham ini, memahami sifat duniawi dengan cara yang paling paling radikal dan jika segala sesuatu senantiasa kembali, tidak perlu lagi kita claim Tuhan sebagai pencipta.. bagi saya sangatlah radikal.... 4. kritik atas agama kristen, Nietzsche adalah filsuf atheis yang paling ekstrem zaman filsafat modern. Ia membuat buku Antichrist sebagai penolakannya terhadap kristen. mungkin paham ini dia buat sesuai dengan zamannya yang memang pada saat itu, kepercayaan kristiani pada Allah di eropa barat sedang memudar. dengan itu, Nietzsche tampil seakan-akan nabi baru yang mengajarkan agama dan paham baru yang lebih rasional. dalam pemahamanya, bahwa agama kristen memilik ajaran lemah, takluk, rendah hati, nerima dll. agama ini mengakibatkan manusia menjadi selalu bersikap menonjolkan hati nuranidan merintangi untuk hidup bebas. Dalam kristen, tindivudi besar tidak boleh tumbuh, kalu ada yang besar, tidak boleh tidak mereka harusnya dihancurkan. mungkin contohnya adalah Blaise Pascal. Jika Tuhan telah mati, maka dunia sudah mulai terbuka untuk kebasan dan kreatifitas manusia. Dengan menghacurkan maka jalannya akan mulus untuk mewujudkan dunia yang bebas. apa pengaruhnya? Nietzsche setidak-tidaknya berjasa terhadap ilmu psikologi, entah apa bentuknya yang jelas, dengan kehidupannya mungkin membuat kita mempelajarinya. Dalam satra, ia dinyatakan sebagai sastrawan yang berpengaruh di Jerman. dan masih banyak lagi. Konon, buku Mein Kampf karya adolf hitler dinyatakan sebagai seorang Nietzsche yang kembali bangun dari kuburnya. setidaknya, ia sudah menjadi inspirasi bagi orang besar seperti Hitler. Kembali pada diri kita masing-masing. seperti apa kita memandangnya, cara kita memandangnya dan dari segi mana kita memandang seorang Nietzsche. Dibalik sebuah kejadian, ada baik dan buruknya. kitalah yang tahu mana yang baik dan buruk.. semua tergantung pada diri kita masing-masing.

Selasa, 21 April 2015

Arthur Schopenhauer




Arthur Schopenhauer
 adalah seorang Filsuf Jerman yang melanjutkan tradisi filsafat pasca-Kant. Schopenhauer lahir di Danzig pada tahun 1788. Ia menempuh pendidikan di Jerman, Prancis, dan Inggris. Ia mempelajari filsafat di Universitas Berlin dan mendapat gelar doktor di Universitas Jena pada tahun 1813. Ia menghabiskan sebagian besar hidupnya di Frankfrut, dan meninggal dunia di sana pada tahun 1860.

Dalam perkembangan filsafat, Schopenhauer dipengaruhi dengan kuat oleh Imanuel Kant dan juga pandangan Budha. Pemikiran Kant nampak di dalam pandangan Schopenhauer tentang dunia sebagai ide dan kehendak. Kant menyatakan bahwa pengetahuan manusia terbatas pada bidang penampakan atau fenomena, sehingga benda-pada-dirinya-sendiri  tidak pernah bisa diketahui manusia. Misalnya, apa yang manusia ketahui tentang pohon bukanlah pohon itu sendiri, melainkan gagasan orang itu tentang pohon. Schopenhauer mengembangkan pemikiran Kant tersebut dengan menyatakan bahwa benda-pada-dirinya-sendiri itu bisa diketahui, yakni "kehendak".

Manusia menemukan di dalam dirinya bahwa kehendaklah yang menjadi pendorong. Oleh karena itu, kehendak adalah bagian hidup yang terdalam. Bagian hidup yang terdalam ini dapat menampikan diri sebagai kehendak yang lebih tinggi dan sebagai kehendak yang lebih rendah. Kehendak yang tampil sebagai kehendak yang lebih tinggi di dalam pikiran, yang menjadi objek di dalam diri manusia, yang menyebabkan adanya gagasan-gagasan tentang dunia. Juga tubuh manusia dapat tampak s
ebagai gagasan, menjadi objek pandangan akal, menjadi objek di antara objek-objek yang lain. Sedangkan kehendak yang tampil sebagai kehendak yang lebih rendah di dalam perbuatan tubuh yang dapat diamati. Di dalam hal ini, perbuatan kehendak dan aktifitas tubuh bukan dua hal yang berbeda yang dihubungkan secara kausal (yang satu menyebabkan yang lain), sebab keduanya adalah sama atau dengan kata lain identik. Aktifitas tubuh tidak lain adalah perbuatan kehendak yang telah diperagakan, yang telah diobjektivir. Dengan demikian, tubuh tidak lain adalah kehendak yang telah diobjektivir dalam ruang dan waktu.

Schopenhauer juga berpendapat bahwa keinginan manusia adalah sia-sia, tidak logika, tanpa pengarahan dan dengan keberadaan, juga dengan seluruh tindakan manusia di dunia. Schopenhauer berpendapat bahwa keinginan adalah sebuah keberadaan metafisikal yang mengontrol tindak hanya tindakan-tindakan individual, agent, tetapi khususnya seluruh fenomena yang bisa diamati. Keinginan yang dimaksud oleh Schopenhauer ini sama dengan yang disebut dengan Kant dengan istilah sesuatu yang ada di dalamnya sendiri.


Power point : https://docs.google.com/presentation/d/1s2zH_nAC2XGwrpIse5rxs2eCa0-YAT3MGoQ7fQelYrk/edit?usp=sharing

Sabtu, 11 April 2015

Aku Berpikir, Maka Aku Ada


                Aku Berpikir, Maka Aku Ada atau biasa dikenal dengan kata “Cogito Ergo Sum” mungkin sudah biasa didengar oleh orang yang memiliki hobby dan kecintaanterhadap ilmu filsafat. Ungkapan itu terdengar sangat sederhana namun sesungguhnya memiliki makna yang begitu mendalam. Dari segifilosofis, Descartes mengungkapkan kalimat tersebut setelah ia memperoleh kebenaran dengan cara yang cukup unik, yakni dengan berusaha untuk meragukan segala sesuatu pada awalnya. Menurutnya, seseorang tidaka kan mencapai suatu kebenaran tanpa melewati sebuah keadaan ragu terhadap suatu yang terjadi. Menurut Descartes, tidak ada  yang pasti didunia ini, sebab semua harus diragukan. Yang tentu saja dengan itu dituntut sebuah pemikiran dan pembuktian terlebih karena ragu adalah langkah awal menuju sebuah kebenaran yang bisa saja dibuktikan secara empiris. Secara singkatnya, keraguan merupakan sebuah pertanyaan dasar yang haruslah dijawab sebagai langkah tahapan yang harus dilalui untuk memperoleh suatu kebenaran.
               Berpikir menuntut adanya kesadaran atas dasar objek yang dipikirkan dan merupakan salah satu perbedaan antara manusia dengan binatang. Hampir sama dengan ragu, berpikir juga menuntut adanya kesadaran pasti atas objek yang dipikirkan. Ketika anda meragukan suatu hal, itu sudah menunjukkan bahwa anda sedang melakukan aktifitas berpikir, karena ada sesuatu yang janggal atau membutuhkan pembuktian lebih lanjut. Manusia diciptakan serupa dengan sang pencipta yakni Tuhan Allah. Manusia memiliki indera penglihat yaitu mata untuk melihat suatu objek. Lantas, biasanya orang akan dengan cepat menyimpulkan bahwa mata adalah satu-satunya yang bertindak dan berperan untuk melihat objek yang dibaca. Padahal itu merupakan pemahaman yang salah. Mengapa salah? Sebab selain mata, masih ada unsur lain yang sangat berperan sehingga mata bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Unsur itu dikenal dengan cahaya. Ya, disinilah pentingnya berpikir itu, sehingga kita tidak terlalu cepat menyimpulkan sesuatu tanpa memiliki pembuktian yang kuat.
               Kebenaran memiliki tingkat rasional. Ya, sebab mana mungkin kita bisa menerima suatu kebenaran yang tidak rasional bukan? Contohnya saja, apakah anda akan menerima pernyataan yang mengatakan jika anda terlahir dari sebuah batu? Anda pasti akan berpikir, secara logika hal itu tidaklah mungkin karena batu adalah sebuah benda mati. Nah, disinilah pentingnya berpikir secara rasional. Dengan berpikir, kita mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah.